Oleh : Yuvalianda *) |
Suluah.id -- Walikota Padang Panjang menargetkan tingkat kemiskinan di Kota Padang Panjang turun dari 5,88 persen pada tahun 2019 menjadi 3,75 persen pada tahun 2023. Target ini tertuang dalam RPJMD Kota Padang Panjang tahun 2018-2023. Artinya, dalam kurun waktu 5 tahun pemerintahan, kemiskinan harus turun 0,42 persen setiap tahunnya.
Bila dilihat beberapa tahun terahir, tren kemiskinan di Kota Padang Panjang terlihat terus mengalami penurunan. Secara total, jumlah penduduk miskin di Kota Padang Panjang tahun tahun 2019 mencapai 3000 penduduk. Dengan asumsi 1 keluarga terdiri dari 4 orang, diperkirakan terdapat kurang lebih 750 keluarga sasaran yang menjadi prioritas pengentasan kemiskinan di kota kecil ini.
Sebelum memutuskan kebijakan yang tepat, hal utama yang harus diketahui adalah bagaimana profil dan pemetaan kondisi penduduk miskin tersebut secara lengkap. Pemerintah harus bisa menjawab apa, siapa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana penduduk tersebut menjadi miskin sebelum memutuskan program apa yang akan diberikan.
Kota dengan tingkat kemiskinan di bawah 10 persen seperti Padang Panjang memiliki tantangan yang lebih besar dikarenakan semakin sulitnya deteksi penduduk miskin itu sendiri. Karakteristik penduduk miskin di kota ini adalah orang-orang dengan tingkat ekonomi terbawah, kurang terdampak program pembangunan, kehilangan akses dalam berbagai aspek kehidupan, bahkan kehilangan arah dalam menentukan tujuan hidupnya.
Untuk manjawab hal ini, sejak tahun 2005, pemerintah secara terpusat sudah mengumpulkan data mikro yang memuat nama, alamat dan berbagai aspek sosial ekonomi melalui Pendataan Sosial Ekonomi (PSE). Secara nasional, data mikro ini dimutakhirkan tahun 2015 oleh TNP2k bersama BPS. Saat ini, data mikro ini sudah beganti nama menjadi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
DTKS memuat data rinci kondisi 40 persen atau sekitar 96,7 juta jiwa atau sekitar 25 juta rumah tangga penduduk Indonesia dengan tingkat ekonomi terendah. Dengan data ini, diharapkan seluruh program pemerintah terutama yang bersifat perlindungan sosial bisa ditujukan secara terpadu kepada rumah tangga yang benar-benar tepat sasaran.
Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial No. 5 tahun 2019, pengelolaan DTKS sudah diserahkan secara penuh kepada Pemerintah Daerah. Artinya, kewenangan terkait data mulai dari pemutakhiran, penambahan, pengurangan, dll sudah menjadi hak penuh pemerintah daerah.
Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran kepada kita semua tentang pentingnya pengelolaan DTKS. Data yang valid dan mutakhir menjadi salah satu kunci sukses pengelolaan krisis melalui berbagai program perlindungan sosial seperti BLT, dana desa, dll.
Sayangnya, belum semua pemerintah daerah melaksanakan amanah dari Permensos ini dengan optimal. “Tidak semua Pemda melakukan updating sampai kemudian terjadi Covid-19 di 2020 yang membutuhkan data lebih baru,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Webinar Gotong Royong Jaga UMKM Indonesia yang diselenggarakan katadata.co.id, Selasa (11/8/2020).
Inilah yang menyebabkan tumpang tindihnya penerima BLT terutama yang bersumber dari dana pusat. Data yang digunakan dalam pemberian BLT ini adalah data tahun 2015 di mana pada waktu tersebut merupakan pemutakhiran data terakhir yang dilakukan secara serentak secara nasional. Dalam jangka waktu 2015 hingga tahun 2020, kondisi penduduk yang tercakup dalam DTKS tentunya sudah banyak yang mengalami perubahan. Bisa jadi, ada penduduk yang di tahun 2015 merupakan rumah tangga sasaran penerima program namun pada tahun 2020 kehidupan penerima sudah berubah lebih baik sehingga tidak lagi termasuk sebagai kriteria penerima. Begitu juga sebaliknya.
Sebagai kota kecil dengan jumlah penduduk 54.421 jiwa (BPS, 2019), Padang Panjang memiliki kesempatan untuk memiliki data terpadu kesejahteraan sosial dengan cakupan dan kualitas yang lebih tinggi. Dengan kondisi geografis yang mudah diakses hingga ke segala penjuru dan infrastruktur teknologi yang sudah memadai, pemutakhiran data bisa dilakukan dengan sumber daya yang relatif lebih mudah. Mekanisme pemutakhiran data bisa dilakukan dengan melibatkan tenaga pencacah dengan mendatangi penduduk dari rumah ke rumah, atau melalui pendaftaran mandiri oleh masyarakat secara berjenjang mulai dari tingkat RT, kelurahan, hingga kecamatan.
Pemutakhirkan ini bisa dijadwalkan rutin 6 bulan sekali atau 1 tahun sekali sesuai dengan kebutuhan.
Setelah pemutakhiran secara berjenjang ini selesai, sinkronisasi data di tingkat provinsi dan nasional juga harus menjadi perhatian. Data yang sudah mutakhir di tingkat kota harus dikawal agar terhubung dengan basis data yang dimiliki oleh Provinsi dan Pusat sehingga DTKS yang digunakan pada berbagai program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah provinsi dan pusat juga menggunakan kondisi data yang terbaru.
Momentum Covid-19 ini hendaknya menjadi sebuah pelajaran betapa pentingnya pengelolaan data terpadu kesejahteraan sosial yang baik. Kisruh terkait tidak tepatnya berbagai program pengentasan kemiskinan harus segera diakhiri agar keadilan sosial bisa ditegakkan. Dengan niat dan tekad yang kuat, Padang Panjang punya kesempatan besar untuk mengejar target penurunan kemiskinan sesuai dengan RPJMD melalui peningkatan cakupan dan kualitas DTKS yang selalu update.(*)
*)Analis Statistik, Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Padang Panjang
www.yuvalianda.com