Oleh : Diana Dwi Susanti, S.ST |
Suluah.id -- Masih segar dalam ingatan, awal tahun 2020 Provinsi Jawa Barat mulai ditinggalkan 100 lebih perusahaan padat karya karena tidak kuat dengan beban upah. Provinsi Jawa Tengah justru sebaliknya, karena UMP Jawa Tengah lebih rendah maka mendapat limpahan pabrik-pabrik dari Jawa Barat.
Pertengahan Mei ini pada saat wabah covid sedang melanda negeri, salah satu perusahan multinasional dengan produk yang cukup terkenal di daerah Banten juga segera menutup usahanya. Ada 2.500 karyawan yang akan di PHK karena kepindahannya dari Banten ke Jawa Tengah. Persoalannya masih sama. Di Jawa Tengah mempunyai UMP lebih rendah dari pada di Provinsi Jawa Barat maupun Banten.
UMP rendah seakan-akan membawa berkah tersendiri bagi Provinsi Jawa Tengah. Meskipun demikian tentunya setiap individu menginginkan tingkat UMP yang tinggi di setiap daerahnya. Tidak sedikit orang yang mengajukan usulnya kepada perusahaan dan pemerintah untuk menaikkan UMP di daerahnya. Bahkan tidak hanya usul, masyarakat yang melakukan demo dan mogok kerja juga kerap terjadi karena meminta agar UMP dinaikkan.
Dengan tingkat UMP yang tinggi maka setiap orang beranggapan akan mendapatkan pendapatan atau gaji yang tinggi pula. Karena dengan pendapatan yang tinggi dapat digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dalam kesehariannya. Selain itu dari kenaikan gaji tersebut dengan sendirinya juga akan meningkatkan jumlah konsumsi dari individu itu sendiri.
Idealnya kenaikan UMP dari setiap daerah akan berpengaruh terhadap perekonomian pada berbagai pihak, baik untuk pihak pemerintah maupun perusahaan. Karena masalah kenaikan UMP ini tidak jauh kaitannya dengan pendapatan dan pengeluaran. Maka dari itu apakah pengaruh dari kenaikan UMP ini berdampak positif untuk perekonomian daerah?
Dampak UMP
UMP dihitung berdasarkan pertimbangan tingkat inflasi, laju perumbuhan ekonomi dan nilai kebutuhan hidup layak (KHL). Meski kenaikan UMP diumumkan secara nasional melalui Kementerian ketenagakerjaan, bukan berarti angka kenaikan UMP di setiap daerah juga sama. Provinsi masih harus menyesuaikan dengan nilai kebutuhan hidup layak (KHL) wilayahnya.
KHL berkaitan dengan konsumsi rumah tangga. Sedangkan pengungkit pertumbuhan ekonomi nasional adalah konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga erat kaitannya dengan pendapatan masyarakat. Setiap kenaikan UMP berpotensi menaikkan pendapatan masyarakat. Jika pendapatan masyarakat naik maka konsumsi dipastikan meningkat. Konsumsi meningkat mempengaruhi inflasi. Karena banyaknya uang yang dikeluarkan untuk penambahan gaji yang diberikan kepada para pekerja, tentunya akan menambah jumlah uang yang beredar di dalam masyarakat.
Kalau jumlah konsumsi meningkat maka produsen akan menambah/meningkatkan jumlah produksi. Setelah produksi naik dengan tingkat konsumsi yang tinggi maka produsen secara tidak langsung menaikkan harga barang tersebut. Karena tingkat konsumsi tinggi menyebabkan harga-harga barang yang lain juga naik. Dengan demikian UMP menjadi tinggi pada wilayah tersebut.
Kebijakan Pemerintah
Kenaikan UMP bagaikan buah simalakama dan dekat dengan pengangguran. Pengangguran di Jawa Tengah sebesar 4,25 persen, relatif lebih kecil dibandingkan pengangguran di provinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta (BPS,2020). Sektor pertanian dan industri merupakan penyerap terbesar tenaga kerja di Jawa Tengah dengan kontribusi masing-masing sektor sebesar 26,06 persen dan 21,71 persen (BPS,2020).
Sebelum terjadi pandemik covid-19, industri pengolahan di Jawa Tengah yang merupakan sektor padat karya, sejak tahun 2014 membukukan pertumbuhannya diatas level 4 persen. Hal penting yang harus diperhatikan mengingat industri pengolahan berkontribusi sebesar 34,44 persen dari total sektor ekonomi di Jawa Tengah, keberadaan industri pengolahan ini harus dijaga untuk menyelamatkan jutaan buruh yang ada di dalamnya. Termasuk kebijakan dalam menentukan UMP.
Hal yang sulit dilakukan adalah perusahaan multinasional. Ideologi perusahaan multinasional ini adalah kapitalis, karena tujuannya untuk mendapatkan profit sebanyak-banyaknya. Perusahaan ini menganggap buruh hanya sebagai alat produksi. Biasanya perusahaan akan berpindah ke wilayah dengan upah buruh yang rendah. Ini tentu akan berdampak pada wilayah yang ditinggalkan dan menyisakan pengangguran ribuan orang, yang akan menimbukan pelemahan ekonomi di tempat tersebut.
Untuk menghadapi perusahaan multinasional kebijakan harus tegas dalam memberi peraturan terutama perlindungan terhadap buruh. Selain itu perusahaan lokal harus terus mendapatkan support untuk tidak kalah bersaing dengan perusahaan multinasional. Yang menjadi perhatian untuk masyarakat setelah wabah covid-19 ini berlalu adalah membiasakan diri untuk memilih perusahaan lokal. Selain untuk menambah keuntungan negara sendiri, memanfaatkan sumber daya lokal dan teknologi dalam negeri bisa memacu pendapatan domestik.
Kelebihan lainnya adalah sangat kecil kemungkinan untuk pindah lokasi. Dan tidak akan terpengaruh oleh gejolak resesi atau perang dagang dunia. Tetapi mutu dan kualitas lokal juga harus dijaga kalau perlu ditingkatkan untuk bisa bersaing di pasar internasional. Bagi konsumen, pilihlah produk-produk karya anak bangsa sendiri untuk kemakmuran negeri. Dari sisi pemerintah perusahaan lokal ini harus terus disupport keberadaannya supaya tidak kalah bersaing dengan perusahaan multinasional. Dan yang paling urgent saat ini, dibutuhkan kreatifitas anak bangsa untuk menciptakan inovasi-inovasi yang mendunia.(*)
Penulis adalah Statistisi BPS Provinsi Jawa Tengah
dianadwisusanti@gmail.com