suluah.id - Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki filosofi yang tinggi dalam setiap segi kehidupan. Yang merupakan wujud dari keagungan tradisi dan budayanya. Masyarakat Minangkabau sebagai sebuah suku bangsa yang ada di Nusantara, memiliki banyak kekayaan budaya dan tradisi dengan filosofi yang tinggi. Termasuk dalam hal pakaian adatnya.
Pakaian adat Sumatera Barat untuk para pria bernama pakaian
penghulu. Sesuai namanya, pakaian ini hanya digunakan oleh tetua adat atau
orang tertentu, dimana dalam cara pemakaiannya pun di atur sedemikian rupa oleh
hukum adat. Pakaian ini terdiri atas beberapa kelengkapan yang di antaranya
Deta, baju hitam, sarawa, sesamping, cawek, sandang, keris, dan tungkek.
Penghulu, digunakan dalam susunan struktur pemerintahan Nagari di
wilayah Minangkabau, dimana seorang penghulu juga merupakan pemangku adat
dan bergelar Datuak, selanjutnya dalam susunan sebuah nagari
terdapat struktur kekuasaan, yang dimulai dari Panghulu, Malin, Manti dan Dubalang.
Selanjutnya dari struktur tersebut, kemudian disatukan dengan istilah Urang
Ampek Jinih (Empat orang dengan fungsi masing-masing).
Di Minangkabau, pemimpin kelompok
berdasarkan sistem matrilineal adalah mamak atau paman, yaitu saudara laki-laki
dari ibu. Ada mamak rumah yang disebut tungganai. Ada mamak kaum atau mamak
suku yang dinamakan pangulu atau penghulu. Seorang penghulu dipilih berdasarkan
kesepakatan kaum yang tugasnya adalah memimpin seluruh anggota kaumnya. Ia
berkewajiban menyelesaikan setiap masalah, persoalan, bahkan perselisihan yang
terjadi pada kaumnya. Sebagai pemimpin ia diangkat dalam suatu upacara yang
dinamakan batagak panghulu. Dalam acara ini ia diwajibkan memakai pakaian
kebesaran penghulu.
Pakaian penghulu tidak hanya dilihat sebagai sebuah benda yang berguna untuk menutupi seluruh tubuh dan keindahan saja, tetapi sama halnya dengan kebudayaan. Pakaian juga mempunyai nilai-nilai luhur dan pesan-pesan penting yang terkandung dari warisan budaya leluhur secara turun temurun. Sebagaimana yang kita ketahui dan kita lihat, pakaian Penghulu Minangkabau bukan hanya sebuah pakaian yang dibuat untuk seorang penghulu. Melainkan dibalik pembuatan pakaian tersebut terdapat hikmah dan falsafah yang mengandung ajaran-ajaran bagi si pemakainya (penghulu).
Pada
pakaian itu terkandung banyak sekali rahasia yang menyangkut sifat-sifat dan
martabat serta larangan seorang penghulu begitupun tugasnya dan kepemimpinannya
(Hakimy, 2001:104-105).
Pakaian penghulu di setiap daerah hampir
bersamaan bentuknya, walaupun didaerah-daerah lain terdapat beberapa variasi.
Dalam menciptakan bentuk dan nama dari seperangkat pakaian penghulu tersebut,
nenek moyang orang Minangkabau dahulunya tidak menciptakannya dengan mudah,
tetapi melalui berbagai tahap atau proses yang sangat panjang.
Untuk pengesahannya diperlukan juga
kesepakatan yang terkandung dalam pakaian penghulu, yakni berisikan pesan dan
nilai-nilai luhur yang telah diamanatkan kepada masyarakat tersebut. Indonesia
juga terdiri atas banyak pakaian suku bangsa. Setiap suku bangsa memiliki
pakaian adat kebesaran.
Namun tidaklah semua anak bangsa Indonesia
mengenal seluruh pakaian-pakaian tersebut. Bahkan, masyarakat setempat
kadangkala tidak mengerti dan mengenal pakaian adat mereka sendiri. Masyarakat
Indonesia sendiri kurang mengetahui apa maksud dan makna filosofi yang
terkandung didalam pakaian daerahnya. Sama halnya dengan pakaian penghulu
Minangkabau.
Pakaian ini juga kurang dikenal masyarakat setempat, khususnya pada generasi muda. Padahal pakaian ini memiliki arti dan makna filosofi yang terkandung pada setiap bagian pakaian. Pudarnya pengetahuan tentang nama dan makna pakaian penghulu Minangkabau disebabkan karena tidak diabadikannya nama dan makna pakaian penghulu Minangkabau tersebut ke dalam bentuk tulisan. Namun, hanya disampaikan dari informasi yang diperoleh dari generasi ke generasi berikutnya. Akibatnya masyarakat mudah lupa dan kesulitan untuk mengingatnya.
Pakaian lengkap kebesaran pangulu ada delapan macam. Setiap pakaian mengandung makna tersendiri yang mendalam. Pakaian tersebut yaitu,
Deta
Deta : terdiri dari deta saluak dan deta bakaruik (berkerut)
Deta atau destar adalah sebuah penutup kepala yang terbuat dari
kain hitam biasa yang dililitkan sedemikian rupa sehingga memiliki banyak
kerutan. Kerutan pada deta melambangkan bahwa sebagai seorang tetua, saat akan
memutuskan sesuatu hendaknya terlebih dahulu ia dapat mengerutkan dahinya untuk
mempertimbangkan segala baik dan buruk setiap keputusannya itu.
Adapun berdasarkan pemakainya, deta sendiri dibedakan menjadi deta
raja untuk para raja, deta gadang dan deta saluak batimbo untuk penghulu, deta
ameh, dan deta cilieng manurun.
Deta ini melambangkan akal yang berlipat-lipat dan mampu menyimpan
rahasia. Deta dipasang lurus melambangkan keadilan dan kebenaran. Kedudukannya
yang longgar melambangkan pikirannya yang lapang dan tidak mudah tergoyahkan.
Sesuai dengan ungkapan berikut ini:
Badeta panjang bakaruik,
Bayangan isi dalam kulik
Panjang tak dapek di ukua
Eba tak dapek di bilai
Salilik lingkaran kuniang
Ikek santuangan di kapalo
Tiok katuak ba undang – undang
Tiok liku aka manjala
Dalam karuik budi marangkak
Tambuak dek paham tiok lipek
Lebanyo pandidiang kampuang
Panjangnyo pandukuang anak –kemenakan
Hamparan di rumah gadang
Paraok gonjong nan ampek
Di halaman manjadi payuang panji
Hari paneh tampek balinduang
Kalau hujan tampek bataduah
Dek nan salingkuang cupak adat
Nan sapayuang sapatagak
Baju
Baju penghulu umumnya berwarna hitam. Baju ini dibuat dari kain
beludru. Warna hitamnya melambangkan tentang arti kepemimpinan. Segala puji dan
umpat haru dapat diredam seperti halnya warna hitam yang tak akan berubah meski
warna lain menodainya.
Baju tanpa saku berlengan lapang sedikit di bawah siku
melambangkan bahwa pangulu tidak mengambil keuntungan untuk dirinya. Lengan
longgar dan sedikit di bawah siku melambangkan sifatnya yang ringan tangan
membantu orang lain dalam kesukaran.
Hal tersebut sesuai dengan ungkapan berikut ini :
Baju hitam gadang langan
Langan tasenseng tak pambangih
Bukan karano dek pamberang
Pangipeh naknyo dingin
Pahampeh miang di kampuang
Pangikih sifat nan buruak
Siba batanti timba bliak
Mangilek mangalimantang
Tutuik jahik pangka langan
Mambayangkan mauleh indak mambuku
Mambuhua indak mangasan
Lauik di tampuah indak barombak
Padang di tampuah indak barangin
Budi haluih bak lauik dalam
Sifat bapantang kahujuakan
Indak basaku kiri
alamatnyo nan bak kian
indak mangguntiang dalam lipatan
indak manuhuak kawan sairiang
indak maambiak untuang di ateh sangketo
lihia nan lapeh tak bakatuak,
babalah dado
manandokan pangulu alamnyo leba
mamakai sifat lapang hati
babumi laweh
bapadang lapang
gunuang tak runtuah karano kabuik
lauik tak karuah karano ikan
tagangnyo bajelo – jelo
kanduangnyo badantiang – dantiang
Sarawa
Sarawa adalah celana penghulu yang juga berwarna hitam. Celana ini
memiliki ukuran yang besar pada bagian betis dan paha. Ukuran tersebut
melambangkan bahwa seorang pemimpin adat harus berjiwa besar dalam melaksanakan
tugas dan mengambil keputusan.
Celana longgar serta lapang melambangkan kemampuan membuat
langkah kebjiaksanaan dengan gerak yang ringan, santai, tidak menyulitkan. Ia
melangkah berdasarkan “alua jo patuik, patuik jo mungkin” tanpa ada yang
menghalangi. Celana : linggar serta lapang .
Sesuai dengan ungkapan berikut ini :
basarawa lapang gadang kaki
kapanuruik alua nan luruih
kapanampuah jalan nan pasa
ka dalam korong dengan kampuang
sarato koto jo nagarinyo
langkah salasai baukuran
martabat nan anam mambatasi
murah jo maha di tampeknyo
baiyo mako bakato
batolan mako bajalan
Sasampiang
Sasampiang adalah selendang merah berhias benang makau warna warni
yang dikenakan di bahu pemakainya. Warna merah selendang melambangkan
keberanian, sementara hiasan benang makau melambangkan ilmu dan kearifan.
sisampiang atau kain sampiang (saruang) adalah kain yang di
lilitkan dari pinggang ke bagian atas lutut melambangkan kehati-hatian dan
kewaspadaan menjaga diri dari kesalahan atau kekhilafan.Sisamping : kain
sampiang, saruang.
Cawek
Cawek atau ikat pinggang berbahan kain sutra yang dikenakan untuk
menguatkan ikan celana sarawa yang longgar. Kain sutra pada cawek melambangkan
bahwa seorang penghulu harus cakap dan lembut dalam memimpin serta sanggup
mengikat jalinan persaudaraan antar masyarakat yang dipimpinnya.
Cawek atau ikat pinggang melambangkan kekukuhan ikatan atau
pegangan dalam menyatukan anak kemenakan, warga pasukuan, baik yang jauh maupun
yang dekat.
Sesuai dengan ungkapan berikut ini:
Cawek suto bajumbai alai
Saheto pucuak rabuangnyo
Saheto pulo jumbai alainyo
Jumbai nan tangah tigo tampek
Kapiliak anak kamanakan
Kalau tapancia di kampuangkan
Kalau tacicia inyo japuik
Ka panjarek aka budinyo
Kabek sabalik buhua sintak
Kokoh tak dapek kito ungkai
Guyahnyo bapantangan tangga
Lungga bak caro dukuah di lihia
Babukak makonyo tangga
Jorundiang mako nyo ta ungkai
Kato mufakat paungkainyo.
Sandang ( Salempang)
Sandang adalah kain merah yang diikatkan dipinggang sebagai
pelengkap pakaian adat Sumatera Barat. Kain merah ini berbentuk segi empat,
melambangkan bahwa seorang penghulu harus tunduk pada hukum adat.
Salempang, kain sandang atau kain salendang yang digantungkan di
bahu melambangkan kemampuan memikul tanggung jawab yang di pikulkan kepadanya.
Salempang : kain sandang, kain salendang .
Ia memikul tanggung jawab memimpin anak kemenakannya. Tanggung
jawab itu baik buruk maupun dalam ke adaan sulit tidak pernah di elakkannya.
Jadi sebagai pemimpin ia bertanggung jawab lahir dan batin terhadap yang
dipimpinnya.
Keris dan Tongkat
Keris diselipkan di pinggang, sementara tungkek atau tongkat
digunakan untuk petunjuk jalan. Kedua kelengkapan ini adalah simbol bahwa
kepemimpinan merupakan amanah dan tanggung jawab besar.
Karih atau keris yang disisipkan di pinggang. Hulunya tidak
berambalau, tidak terpatri, tangkainya di arahkan ke sebelah kiri melambangkan
pangulu memiliki senjata tetapi tidak untuk membunuh. Pangulu memiliki
kekuasaan tetapi bukan untuk menjajah, bukan untuk menyengsarakan orang lain,
melainkan untuk melindungi yang dipimpinnya.
Tungkek atau tongkat
Adalah dari kayu yang kuat dan lurus. Tongkat : kayu lurus
dan kuat, berkepala perak. Melambangkan bahwasanya pangulu mampu menopang
dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal itu juga menunjukan bahwa pangulu
akan menopang adat, pusako dan anak kemenakannya.
Mengenai keseluruhan pakaian adat pangulu tersebut juga
diungkapkan dalam adat sebagai berikut :
Falsafah pakaian rang pangulu
Di dalam luhak tanah minang
Jikok ambalu maratak hulu
Puntiang tangga mati tabuang
Kalau kulik manganduang aia
Lapuak nan sampai kapanguba
Binaso tareh nan di dalam
Jikok pangulu bapaham caia
Jadi sampik alan nan leba
Lahia batin dunia tanggalam
Setiap
nama bagian-bagian pakaian penghulu mempunyai makna, yaitu saluak melambangkan
(1) masyarakat Minangkabau yang selalu bermusyawarah, dan (2) nanang seribu
akal, maksudnya seorang penghulu tidak boleh terburuburu dalam mengambil
keputusan.
Baju
hitam lapang melambangkan bahwa perkataan seorang penghulu tidak dapat dirubah
lagi, hitam tetap hitam karena yang dikatakan seorang penghulu merupakan hasil
musyawarah bersama.
Baju
tidak bersaku melambangkan (1) kejujuran seorang penghulu, (2) seorang penghulu
tidak pernah berpura-pura, dan (3) seorang penghulu tidak mengambil keuntungan
dari anak kemenakan.
Langan
gadang melambangkan seorang penghulu berfikiran luas, sabar, cerdas, dan
bijaksana. Taburan banang emas melambangkan kekayaan alam Minangkabau,
kemampuan berusaha, dan menabung.
Lilitan
benang makau melambangkan tanda kebesaran penghulu yang memegang peraturan
sehingga tangannya tidak dijangkaukan sekehendak hati. Salempang melambangkan
(1) seorang penghulu berkecukupan dalam menyediakan apapun yang sejalan dengan
ilmu adat, (2) seorang penghulu siap menerima anak kemenakan yang telah kembali
dari kemungkaran dan tunduk kepada kebenaran menurut adat, dan (3) segala sesuatu
harus melalui kesepakata bersama.
Sarawa
hitam gadang kaki melambangkan (1) seorang penghulu agar senantiasa
melangkahkan kaki ke jalan yang benar demi anak kemenakan dan orang-orang
senagari, (2) agar seorang penghulu tidak tersangkut dalam berjalan, dan (3)
agar seorang penghulu selalu berada di jalan yang lurus.
Si
sampiang melambangkan (1) seorang penghulu mempunyai pengetahuan yang luas
dalam bidangnya, dan (2) selalu berguna bagi orang lain.
Cukia/ragi
benang emas melambangkan bahwa masyarakat dalam kehidupannya agar selalu
berguna bagi orang lain. Motif pucuak rabuang melambangkan anak kemenakan karib
selalu mendapat perlindungan dari penghulu.
Cawek/ikat
pinggang melambangkan (1) penghulu harus melindungi anak kemenakan, (2)
penghulu harus pandai menahan emosinya, dan (3) penghulu harus bisa mengikat
anak kemenakannya dengan kata-kata yang benar.
Keris
melambangkan (1) ganti lidah seorang penghulu, (2) ilmu, paham dan keyakinan
yang bulat untuk memelihara dan menjalankan kewajiban penghulu, dan (3)
penghulu mempunyai kekuasaan untuk melindungi kaumnya.(*)
Sumber
:
-Hakimy, Idrus. 2004. Pegangan Penghulu, Bundo Kanduang, Dan Pidato Alua Pasambahan Adat di Minangkabau. Bandung: Rosdakarya
-Ibrahim. 2012. Tambo Alam
Minangkabau Tatanan Adat Warisan Nenek Moyang Orang Minang. Bukittinggi:
Kristal Multimedia