Suluah.id - Minang atau Minangkabau adalah kelompok kultur etnis yang menganut sistem adat yang
khas, yaitu sistem kekeluargaan menurut garis keturunan perempuan yang disebut sistem
matrilineal.
Dalam budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting
dalam siklus kehidupan dan merupakan masa peralihan yang sangat berarti dalam membentuk
kelompok kecil keluarga baru penerus keturunan.
Bagi masyarakat Minangkabau yang
beragama Islam, perkawinan dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ragam perkawinan masyarakat adat Minangkabau ada 2
(dua), yaitu:
1) Perkawinan ideal yaitu perkawinan antara keluarga dekat seperti anak dari
kemenakan;
2) Kawin pantang yaitu perkawinan yang tidak dapat dilakukan seperti anak
seibu atau seayah.
Tata cara perkawinan masyarakat adat Minangkabau ada 2 (dua), yaitu:
1)
Perkawinan menurut kerabat perempuan yaitu pihak perempuan yang menjadi pemrakarsa
dalam perkawinan dan dalam kehidupan rumah tangga, dari mulai mencari jodoh hingga
pelaksanaan perkawinan;
2) Perkawinan menurut kerabat laki-laki, yaitu pihak laki-laki yang
menjadi pemrakarsa dalam pernikahan dan rumah tangga, dari mulai mencari jodoh hingga
pelaksanaan perkawinan dan biaya hidup sehari-hari.
Bentuk perkawinan di Minangkabau
telah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Sebelumnya, seorang
suami tidak berarti apa-apa dalam keluarga istri, kini suamilah yang bertanggungjawab
dalam keluarganya.
Dalam prosesi perkawinan adat
Minangkabau, biasa disebut baralek,
mempunyai beberapa tahapan yang
umum dilakukan. Dimulai dengan
maminang (meminang), manjapuik
marapulai (menjemput pengantin pria),
sampai basandiang (bersanding di
pelaminan). Setelah maminang dan muncul
kesepakatan manantuan hari (menentukan
hari pernikahan), kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang
biasa dilakukan di masjid, sebelum kedua
pengantin bersanding di pelaminan.
Pada nagari (pembagian wilayah
administratif sesudah kecamatan di
provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Istilah
nagari menggantikan istilah desa, yang
digunakan di seluruh provinsi-provinsi lain
di Indonesia) tertentu setelah ijab kabul di
depan penghulu atau tuan kadi, mempelai
pria akan diberikan gelar sebagai panggilan
pengganti nama kecilnya.
Kemudian
masyarakat sekitar akan memanggilnya
dengan gelar tersebut. Panggilan gelar itu
tergantung dari tingkat sosial masyarakat
yaitu sidi (sayyidi), bagindo atau sutan
di kawasan pesisir pantai. Sementara itu
di kawasan Luhak Limopuluah Koto,
pemberian gelar ini tidak berlaku.
Prosesi pernikahan yang harus dilalui
masing-masing calon pengantin Minang:
1. Maresek (pihak keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria)
1. Maresek (pihak keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria)
5.
Malam Bainan (ritual
melekatkan pacar kuku atau daun inai di kuku calon pengantin wanita. Prosesi
ini berlangsung sehari sebelum akad nikah).
Pada masyarakat yang menganut
sistem matrilineal seperti di Minangkabau,
masalah perkawinan adalah masalah
yang dipikul oleh mamak (paman).
Seorang mamak (paman dari pihak ibu)
peranannya yang sangat besar sekali
terhadap kemenakannya yang akan
melakukan perkawinan.
Bentuk perkawinan di Minangkabau
telah mengalami perubahan. Menurut adat
Minangkabau, perkawinan berlaku secara
eksogami ditinjau dari segi lingkungan
suku dan endogami ditinjau dari lingkungan
nagari eksogami suku berarti bahwa
seseorang tidak boleh mengambil jodoh
dari kelompok sesukunya.
Alasannya
karena orang yang sesuku adalah
bersaudara, sebab masih dapat ditarik
garis hubungan kekerabatannya secara
matrilineal dan menurut asalnya mereka
sama-sama serumah gadang. Perkawinan
endogami nagari berarti bahwa seseorang
dalam mencari jodoh harus di antara orang
sesama nagari dan tidak boleh kawin
ke luar dari nagari.
Alasan keharusan
endogami nagari itu ialah karena seorang
suami bertempat pada dua rumah. Sebagai
urang sumando ia tinggal dan bermalam
di rumah istri. Ia juga mamak rumah
di rumah ibunya dan mempergunakan
waktu siangnya bekerja di rumah ibunya
untuk membantu kemenakannya dalam
mengolah harta pusaka.
Adanya tempat
yang ganda ini hanya mungkin berjalan
baik bila rumah istrinya tidak berjauhan
dari rumah ibunya. Inilah di antara yang
menyebabkan larangan kawin ke luar
nagari.
Seorang suami yang selama ini hanya
sebagai seseorang yang tidak berarti apa-apa dalam keluarga istri kemudian
berubah menjadi seorang suami yang
penuh tanggung jawab terhadap kehidupan
anak dan istrinya.
Apabila tanggung jawab
terhadap anak dan istri sudah penuh, maka
yang demikian berarti bahwa waktu yang
dipergunakan di rumah istrinya bukan
hanya pada malam hari saja, tetapi sudah
menghabiskan sebagian besar waktunya
di rumah istrinya atau bahkan semua
waktunya berada di rumah sendiri bersama
anak dan istrinya.
Masalah yang dihadapi dalam
perkawinan dalam masyarakat
Minangkabau dewasa ini pada masyarakat
Minangkabau apalagi yang berada di kota,
hanya tinggal bekas-bekasnya dalam arti
kata tidak ada lagi murni menurut hukum
adat.
Sebagai ciri pokok dalam perkawinan
masyarakat Minangkabau adalah dimana
dalam perkembangan kedua suami istri
sudah hidup bersama secara tetap dalam
suatu rumah yaitu dalam rumah istrinya dan
adanya kehidupan bersama antara suami
istri sudah merupakan suatu kesatuan
rumah tangga yang berdiri sendiri.
Oleh
karena itu, pada masa sekarang ini peranan
yang menonjol dari seorang laki-laki
dewasa adalah sebagai ayah, bila ia telah
menikah. (budi)