Suluah.id - Umat Muslim di seluruh dunia selalu merindukan datangnya bulan Ramadan. Selama Ramadan, umat Muslim berpuasa, yaitu menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seks dari fajar hingga maghrib.
Selain menjadi bagian dari praktik agama, puasa Ramadan juga memiliki manfaat kesehatan yang signifikan, terutama bagi kesehatan saluran pencernaan.
Beberapa riset menunjukkan bahwa puasa Ramadan dapat meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan penyerapan nutrisi. Hal ini terjadi karena ketika kita berpuasa, perut menjadi kosong dan kemudian terisi makanan dan minuman selama waktu berbuka puasa dan sahur.
Kondisi ini mengaktifkan enzim-enzim pencernaan yang dapat memperbaiki fungsi pencernaan dan penyerapan nutrisi. Selain itu, puasa juga mempengaruhi ritme biologis tubuh, yang dapat mempengaruhi metabolisme tubuh dan penyerapan nutrisi.
Didalam ilmu Kesehatan dikenal satu bidang ilmu yang disebut Chrononutrition, yaitu ilmu yang mempelajari bagaimana waktu dan ritme biologis kita mempengaruhi penyerapan, pengolahan, dan pemanfaatan nutrisi oleh tubuh kita.
Ilmu ini mengakui bahwa tubuh manusia memiliki jam biologis internal yang mempengaruhi berbagai fungsi tubuh, termasuk metabolisme dan pencernaan.
Oleh karena itu, chrononutrition mempertimbangkan waktu konsumsi makanan dan jenis makanan yang dikonsumsi agar sesuai dengan ritme biologis tubuh kita. Sehingga kita dapat memaksimalkan penyerapan nutrisi dan kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Namun, penting untuk diingat bahwa puasa Ramadan dan diet yang tidak makan pada waktu tertentu semisal 12-16 jam sehari adalah hal yang berbeda. Dan tidak bisa sama.
Meski keduanya melibatkan periode waktu yang terbatas untuk makan, puasa Ramadan adalah praktik agama dan memiliki aspek spiritual dan sosial yang lebih dalam.
Sedangkan intermiten fasting lebih terfokus pada manfaat kesehatan dan dapat dilakukan dalam berbagai cara. Oleh karena itu, walau ada beberapa kesamaan, hubungan antara puasa Ramadan dan chrononutrition perlu dianggap secara terpisah dari intermiten fasting dan praktik diet lainnya.
Puasa Ramadan dan intermittent fasting (diet) adalah dua bentuk puasa yang populer saat ini. Meski keduanya melibatkan praktik tidak makan dalam jangka waktu tertentu, ada perbedaan penting antara keduanya.
Puasa Ramadan adalah praktik religius yang dilakukan oleh umat Muslim selama sebulan penuh setiap tahunnya, yaitu pada bulan Ramadan. Selama bulan ini, umat Muslim hanya mengkonsumsi makanan dan minuman pada malam hari.
Sementara itu, intermittent fasting adalah metode diet yang melibatkan pembatasan waktu makan. Ada berbagai cara untuk melakukan intermittent fasting, tapi umumnya melibatkan periode waktu saat Anda hanya dapat makan dan minum, dan kemudian periode waktu saat Anda tidak makan atau minum apa pun.
Perbedaan utama antara puasa Ramadan dan intermittent fasting adalah durasi dan tujuannya. Puasa Ramadan dilakukan selama sebulan penuh sebagai bentuk ibadah dan spiritualitas.
Sementara itu, intermittent fasting dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lebih pendek. Misalnya hanya selama beberapa hari dalam seminggu atau bahkan dalam pola harian.
Selain itu, tujuan dari puasa Ramadan dan intermittent fasting juga berbeda. Puasa Ramadan bertujuan untuk membersihkan jiwa dan memperkuat hubungan dengan Tuhan.
Sedangkan intermittent fasting lebih sering dilakukan sebagai metode untuk menurunkan berat badan dan meningkatkan kesehatan secara umum.
Bakteri di saluran pencernaan adalah mikroorganisme penting yang membantu dalam pencernaan dan penyerapan nutrisi, serta mempertahankan keseimbangan sistem kekebalan tubuh.
Puasa Ramadan telah terbukti dapat mengubah komposisi bakteri saluran cerna. Sebuah studi pada 2021 menguji 3072 publikasi ilmiah dalam 31 model studi (20 studi pada hewan dan 11 studi pada manusia) yang berkaitan dengan perubahan mikrobiota usus selama puasa.
Studi tersebut melaporkan bahwa kelimpahan bakteri Lactobacillus dan Bifidobacterium, yang merupakan jenis bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan, dalam saluran cerna berubah secara signifikan selama puasa.
Kedua jenis bakteri ini dapat membantu dalam memecah makanan dan menghasilkan senyawa-senyawa yang memiliki efek positif bagi kesehatan, seperti asam lemak rantai pendek.
Selain itu, puasa Ramadan juga dikaitkan dengan penurunan jumlah bakteri patogen di saluran cerna. Bakteri patogen adalah jenis bakteri yang dapat menyebabkan penyakit dan gangguan pencernaan.
Dengan menurunkan jumlah bakteri patogen, puasa Ramadan dapat membantu mencegah infeksi dan gangguan pencernaan.
Para ilmuwan berpendapat bahwa perubahan dalam pola makan dan waktu selama bulan Ramadan dapat menjadi faktor yang berperan
Pola makan yang teratur selama waktu yang terbatas dapat membantu memperbaiki kondisi lingkungan di saluran cerna, seperti pH dan ketersediaan nutrisi. Hal ini menciptakan kondisi yang lebih baik bagi pertumbuhan bakteri yang bermanfaat.
Optimalisasi cadangan energi, penurunan sekresi hormon anabolik, dan peningkatan sekresi hormon katabolik seperti adrenalin dan glukagon adalah mekanisme yang mendasari efek menguntungkan puasa Ramadan pada metabolisme tubuh.
Jadi, puasa Ramadan dapat memberikan manfaat kesehatan yang signifikan, termasuk memperbaiki komposisi bakteri saluran cerna.
Dengan menurunkan jumlah bakteri patogen dan meningkatkan jumlah bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan, puasa Ramadan dapat membantu mencegah gangguan pencernaan dan meningkatkan kesehatan saluran cerna.
Selain menjadi praktik agama, puasa Ramadan juga dapat menjadi bagian dari pola hidup sehat yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan secara keseluruhan.
Secara umum, praktik puasa merupakan intervensi non farmakologis (tanpa obat) yang mampu meningkatkan kesehatan. (*)
Sumber: conversation