suluah.id - Di antara deretan pejuang kemerdekaan Indonesia, ada satu nama putra Minangkabau yang mungkin tidak terlalu dikenal luas - Mohamad Nazir Datoek Pamontjak. Namun, jasanya dalam mengukir diplomasi bangsa tidak dapat dipandang sebelah mata.
Dilahirkan di Salayo, Solok pada 10 April 1897, Nazir merupakan salah satu perintis diplomasi Indonesia, sejalan dengan tokoh-tokoh seperti H. Agus Salim, Zairin Zain, dan Bagindo Dahlan Abdoellah. Benih nasionalismenya telah tertanam sejak muda melalui keterlibatannya di Jong Sumatranen Bond (JSB) di Batavia, sebuah organisasi pemuda yang menjadi cikal bakal pergerakan nasional.
Pada 1919, Nazir menjadi bagian dari rombongan pertama mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di Belanda pasca Perang Dunia I. Di negeri Kincir Angin itu, ia aktif di Perhimpoenan Indonesia (PI), organisasi pelajar yang memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan. Bahkan, bersama Mohamad Hatta, Ali Sastroamidjojo, dan Raden Mas Abdul Madjid Djojoadhiningrat, Nazir pernah ditangkap dan dipenjara atas tuduhan terpapar paham komunis yang keliru.
Sepulang ke Indonesia pada 1940, Nazir tak pernah berhenti berkiprah di bidang politik. Menjelang akhir penjajahan Belanda dan Jepang, ia menduduki berbagai jabatan, termasuk anggota parlemen.
Setelah kemerdekaan diproklamirkan, Nazir menjadi salah satu ujung tombak diplomasi Indonesia di kancah internasional. Pada 1950, ia diangkat menjadi Duta Republik Indonesia Serikat untuk Perancis di Paris. Setelah Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai Duta Besar RI di Manila.
Sayangnya, Nazir wafat dalam menjalankan tugas diplomatiknya di Manila pada 10 Juli 1966. Meski begitu, jasanya telah mengukir sejarah baru bagi diplomasi Indonesia di mata dunia.
Sungguh layak jika putra Minangkabau ini diusulkan sebagai pahlawan nasional. Meski namanya mungkin tidak sebesar tokoh lain, Mohamad Nazir Datoek Pamontjak telah mengabdikan dirinya untuk mengharumkan nama bangsa di pentas internasional. Sebuah pengabdian mulia yang patut diapresiasi dan dikenang sepanjang masa. (*)